Home / Uncategorized / Pangarana: Proses Pemberian Nama Menurut Agama Marapu di Sumba Barat

Pangarana: Proses Pemberian Nama Menurut Agama Marapu di Sumba Barat

Oleh Lusia Dongu Laba

Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, FKIP, Universitas Dwijendra

Dalam sistem kepercayaan Marapu yang dianut oleh masyarakat Sumba Barat, prosesi pemberian nama kepada bayi yang baru lahir bukan sekadar tradisi sosial, tetapi merupakan upacara sakral yang mengandung makna spiritual yang mendalam. Bagi masyarakat penganut Marapu, nama tidak hanya berfungsi sebagai penanda identitas pribadi, melainkan juga sebagai penghubung antara dunia manusia dan dunia roh leluhur. Melalui upacara pemberian nama, diyakini bahwa sang bayi secara resmi diperkenalkan dan diakui oleh roh-roh leluhur sebagai bagian dari garis keturunan yang sah dalam komunitas adatnya.

Prosesi ini dijalankan melalui beberapa tahapan yang penuh simbolisme, dan seluruh rangkaian ritual dipimpin oleh tokoh adat yang berperan sebagai perantara antara manusia dan dunia spiritual. Tahap pertama dimulai dengan komunikasi antara keluarga bayi dan ketua adat. Pada tahap ini, keluarga menyampaikan niat untuk melaksanakan upacara pemberian nama, sekaligus memohon petunjuk mengenai hari dan waktu yang dianggap baik atau “hari suci” untuk melakukan ritual. Ketua adat kemudian melakukan ritual pemanggilan roh leluhur untuk meminta restu dan petunjuk agar nama yang diberikan membawa keberuntungan, kesehatan, dan keselamatan bagi bayi tersebut.

Setelah waktu pelaksanaan ditentukan, keluarga akan menyiapkan berbagai perlengkapan ritual yang sarat dengan makna simbolik. Di antaranya adalah kelapa, yang melambangkan kesucian dan kehidupan baru; uang logam atau kepingan emas, sebagai doa agar anak kelak hidup berkecukupan dan berlimpah rezeki; serta ayam yang dijadikan persembahan kepada roh leluhur sebagai tanda syukur atas kelahiran bayi dan permohonan perlindungan bagi perjalanan hidupnya kelak.

Upacara dilaksanakan di rumah keluarga atau di tempat suci yang memiliki nilai spiritual dalam pandangan masyarakat. Dalam suasana yang penuh kekhidmatan, ketua adat memimpin doa dan melantunkan mantra-mantra suci sebagai sarana untuk mengundang kehadiran roh leluhur. Ayam kemudian disembelih sebagai simbol pengorbanan dan permohonan restu, sementara air kelapa dipercikkan ke dahi bayi sebagai tanda penyucian dan penerimaan roh kehidupan baru. Pada momen puncak upacara, ketua adat menyebutkan nama bayi secara resmi di hadapan keluarga besar dan para saksi adat. Sejak saat itu, bayi dianggap telah memiliki identitas spiritual dan sosial yang sah di dalam komunitasnya.

Nama yang diberikan tidak dipilih secara sembarangan. Ia biasanya diambil dari nama leluhur, peristiwa alam yang terjadi saat kelahiran, atau tanda-tanda khusus yang muncul dalam mimpi atau firasat. Dengan demikian, setiap nama mengandung cerita, doa, dan harapan. Pemberian nama ini diyakini sebagai bentuk pengikat hubungan antara bayi, keluarga, dan roh leluhur, sekaligus penegasan bahwa manusia hidup dalam jalinan keseimbangan antara dunia nyata dan dunia roh. Bagi masyarakat Sumba Barat, melalui ritual ini bayi tidak hanya memperoleh nama, tetapi juga diperkenalkan kepada tatanan kosmos spiritual Marapu, sehingga hidupnya kelak senantiasa diberkati dan dilindungi oleh leluhur.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *