Sunarpos.com| Opini| Bullying, atau perundungan, bukanlah masalah yang hanya terjadi di sekolah dasar atau menengah. Di perguruan tinggi, fenomena ini tetap menjadi isu yang signifikan dengan dampak yang mendalam pada korban. Meskipun lingkungan perguruan tinggi sering dianggap sebagai tempat di mana individu dewasa belajar mandiri, bullying tetap bisa mempengaruhi kesehatan mental dan akademik mahasiswa.
Kasus kematian dr Aulia Risma Lestari yang merupakan mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang terus menjadi sorotan. Kematian dr Aulia diduga kerenaperundungan dan pemalakan dan kini muncul dugaan pelecehan seksual (Media Indonesia,3 September 2024). Walaupun sebelumnya mahasiswa senior PPDS Anestesi Undip Semarang membantah adanya pemalakan, namun mengakui bahwa ada iuran yang dikelola untuk kebutuhan bersama, terutama saat jaga malam karena ada kalanya dokter residen tidak dapat meninggalkan kamar operasi hanya sekadar untuk makan, sehingga sistemnya secara gotong-royong.
Tentu ini sangat memberatkan bagi junior dan tidak manusiawi karena mahasiswa harus merogoh kocek yang tidak sedikit untuk urunan. Dokter yang mengikuti PPDS tentu mengalami berbagai tekanan. Satu sisi tekanan pendidikan yang mengharuskan mereka melaksanakan tugas-tugas untuk memperdalam keilmuannya dan satu sisi tertekan karena adanya dana yang harus disetorkan yang jumlahnya cukup besar.
Dengan kejadian ini, kementerian kesehatan kebakaran jenggot. Walaupun sudah memberi sanksi terhadap pimpinan fakultas, namun tindakan ini dapat dikatakan terlambat karena dokter yang diduga terkena bullying, pemalakan, dan kekerasan seksual sudah mengakhiri hidupnya dengan sangat tragis.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, menekankan intoleransi, perundungan (bullying), dan kekerasan seksual, menjadi fokus utama kebijakan reformasi pendidikan di Indonesia. Nadiem Makarim menyatakan masalah intoleransi, perundungan (bullying), dan kekerasan seksual sebagai tiga dosa besar dalam pendidikan. Di perguruan tinggi masalah ini sudah disosialisasikan dan dintegrasikan dalam setiap proses pembelajaran. Tiga dosa besar pendidikan itu ibarat fenomena gunung es. Kasus dr Aulia hanya bagian kecil kasus perundungan. Mungkin diyakini ada kasus-kasus lain yang belum terungkap.*)
*) Dr. I Ketut Suar Adnyana, M.Hum.
Akademisi Universitas Dwijendra