Jelang tahun politik suasana semakin riuh. Masing-masing pendukung capres dan elit partai pendukung capres melakukan serangan kepada lawan politiknya. Segala sesuatu dapat dipolitisasi. Masing-masing pendukung seperti tidak kehabisan bahan untuk menyerang dan mengkritik terhadap lawan politiknya. Lagu Rungkad yang dinyanyikan Putri Ariani pada perayaan HUT RI di Istana Merdeka tidak luput dari kritikan pedas dari elit partai yang bersebrangan dengan pemerintahan Jokowi. Walaupun lagu tersebut mengisahkan hancurnya hubungan asmara seseorang tetapi ketika dinyanyikan setelah apel selesai dilaksanakan, suasana menjadi gembira. Semua hadirin bergoyang-goyang tipis menikmati alunan suara Putri Ariani.
Apanya yang salah dari lagu itu dinyanyikan setelah apel peringatan 17 Agustus. Lawan politik Jokowi mengulik-ulik dan menganggap lagu tersebut tidak pantas dinyanyikan pada pelaksanaan apel 17 Agustus. Roy Suryo mengatakan bahwa apel 17 Agustus merupakan hal yang sakral tidak pantas lagu itu dinyanyikan dalam suasana yang sakral. Makna sakral adalah suci, dan keramat (KBBI). Apakah dengan dinyanyikan lagu Rungkad pada saat upacara apel 17 Agustus, merusak kesakralan pelaksanaan apel 17 Agustus. Sepanjang syair lagu itu tidak melanggar etika dan kesantunan, lagu tersebut tidak dapat dikatakan bahwa lagu tersebut merusak kesakralan. Lagu itu dinyanyikan setelah pelaksanaan apel 17 Agustus. Nyanyian itu untuk menghibur, wajar saja dalam memperingati kemerdekaan RI peserta upacara diajak untuk bergembira.
Goyangan peserta upacara yang tipis-tipis juga disoroti. Goyangan itu tidak melanggar etika. tetapi goyangan peserta diasosiasikan dengan goyangan lagu Genjer-Genjer, Lagu Propaganda Partai Komunis Indonesia (PKI). Sejarawan, FX Domini BB Hera menyampaikan, lagu Genjer-genjer diciptakan oleh seniman terkenal dari Banyuwangi, Muhammad Arief. Lagu ini pertama kali diciptakan tahun 1942 sebagai ekspresi kemiskinan dan ancaman kelaparan dahsyat semasa pendudukan Jepang yang menimpa rakyat Banyuwangi. Muhammad Arief pasca Indonesia merdeka tergabung dalam organisasi Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) yang seringkali dicap terkait dengan PKI (diramu dari berbagai sumber). Roy Suryo (Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga era SBY) menduga bahaya laten sudah masuk.
Dulu ketika perayaan 17 Agustus 2022 setelah apel 17 Agutus, Farel Prayoga mendapat kesempatan bernyanyi untuk menghibur peserta upacara. Lagu yang dibawakan berjudul “Ojo Dibandingke.” Mengapa penampilan Farel Prayoga tidak ada yang mengkritik padahal tema lagunya juga tentang cinta. Lagu itu dikemas dengan dangdut koplo sehingga semua peserta upacara bergoyang menikmati irama lagu tersebut. Kemungkian saat lagu Ojo Dibandingke masih jauh dari tahun politik sehingga lagu itu tidak mendapat kritikan dari lawan politik Jokowi. Lagu Rungkad dinyanyikan dekat tahun politik, lawan politik Jokowi mencari-cari “kesalahan” Jokowi. Lagu dipolitisasi padahal lagu itu bercerita tentang cinta. Semua orang mengharapkan cinta dan semua orang lahir dari cinta. Jelang tahun politik semua dipolitisasi. Tampaknya mencari kebahagiaan di negeri ini agak susah.
I Nengah Mertayasa
Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia dan Daerah