Sunarpos.com| Denpasar| Aktivitas pertanian tidak dapat dilepaskan dengan kondisi alam karena berada di alam terbuka sehingga sangat rentan terhadap bencana alam yang menerkamnya. Demikian disampaikan Rektor Dwijendra University, Gede Sedana pada hari Minggu, 9 Juli 2023 melalui jaringan teleponnya. Sedana menyebutkan bahwa walaupun pemerintah telah menginformasikan ke masyarakat bahwa saat ini yaitu 2023 akan terjadi El Nino, namun yang terjadi dalam beberapa hari ini telah turun hujan dengan intensitas sangat tinggi di beberapa daerah dan mengakibatkan banjir yang merusak lahan-lahan pertanian. Kondisi ini sangat mempengaruhi proses produksi pertanian, khususnya pangan di Bali. Hujan dengan intensitas tinggi dan disertai banjir serta angin kencang telah menyebabkan para petani sebagai produsen memperoleh dampak negatifnya seperti gagal panen dan termasuk gagal bertanam juga sehingga jumlah produksi pangan yang dihasilkan menurun dan tidak seimbang dengan kebutuhan pangan oleh masyarakat.
Oleh karena itu, Sedana yang juga Ketua DPD HKTI Bali menyampaikan agar diambil langkah untuk mengatasi dan mengantisipasi terjadinya bencana tersebut. Lalu, siapa yang perlu mengambil langkah-langkah mengatasi dan mengantisipasi bencana-bencana berikutnya guna meminimalkan dampak yang buruk bagi petani dan masyarakat lainnya serta alam, tanya Sedana.
Para petani dengan segala keterbatasannya pasti tidak dapat diandalkan untuk melakukan upaya menghadapi masalahnya sendiri walaupun mereka telah memiliki pengalaman yang sangat panjang dalam menghadapi dan mengatasi krisis kekeringan sejak bertahun-tahun. Memperhatikan para petani sebagai pejuang utama dalam proses produksi, maka mereka wajib dilindungi oleh pemerintah apalagi telah secara tegas disebutkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, tuturnya.
Dalam perlindungan para petani sebenarnya telah tersirat adanya langkah antisipasi dalam menghadapi berbagai masalah yang sangat sulit diduga dan mengakibatkan keterpurukan para petani. Sehingga pemerintah diharapkan memiliki peran yang lebih intensif lagi, yaitu tidak semata-mata seperti pemadam kebakaran, namun lebih pada kegiatan yang antisipatif, seperti early warning di tingkat petani, yaitu pendekatan dekteksi dini. Hal ini sangat penting dilakukan guna dapat mengantisipasi dampak yang akan terjadi sehingga tidak menimbulkan kepanikan dalam menghadapi anomali iklim tersebut, apalagi sampai mengganggu proses produksi pangan di tingkat petani, ungkap Sedana yang juga pernah sebagai Dekan Fakultas Pertanian Dwijendra University.
Bakan Sedana mengusulkan agar dilakukan upaya antisipasi dan pencegahan serta mitigasi seperti menyiapkan peta-peta wilayah yang rawan bencana. Selain itu, penyediaan lumbung pangan menjadi salah satu alternatif untuk menjaga ketersediaan pangan di masyarakat. Sedangkan pada tingkat petani sangat dibutuhkan adanya upaya perlindungan dan pemberdayaan, seperti informasi rawan bencana, penyediaan teknologi budidaya pertanian pangan yang diawali dari pilihan benih atau bibit dan cara bercocok tanam yang baik dan benar atau good agricultural practices melalui penyuluhan-penyuluhan, imbuh Sedana. (Win).