Sunarpos.com| Denpasar| Setiap akan merayakan hari Siwaratri, selalu dihubungkan dengan cerita Lubdaka, ia adalah seorang pemburu karena sampai malam tidak dapat satupun hewan buruan, ia memeutuskan untuk bermalam di hutan. Karena ia takut malamnya ketiduran dan di makan binatang buas ia memutuskan naik keatas pohon. Lubdaka melihat ada sebuah pohon bila yang cukup tua dan tampak kokoh di pinggir sebuah telaga air yang tenang. Dia memanjat batang pohon itu dan mencari posisi yang nyaman untuk bersandar. Lubdaka berusaha untuk tidak tidur karena takut bila terjatuh. Agar tidak tertidur Lubdaka memetik satu per satu daun bila dan menjatuhkannya ke bawah, sehingga mengenai Lingga yang ada di bawahnya. Lubdaka sendiri tidak menyadari bahwa malam itu adalah malam Siwaratri, dimana Dewa Siwa tengah melakukan yoga.
Satu per satu daun berguguran disaat ia menyaksikan daun berjatuhan Lubdaka terhenyak menyadari dirinya penuh dosa, karena setiap saat ia membunuh binatang buruan untuk menyambung hidupnya. Dia mulai menyesali segala perbuatan jahat yang pernah dia lakukan sepanjang hidupnya. Di atas pohon Lubdaka bertekad untuk berhenti menjadi pemburu ingin menebus segala dosanya. Lamunan panjang Lubdaka akan dosa-dosanya seolah mempercepat waktu. Rasanya baru sebentar saja Lubdaka melamun, tapi tahu-tahu pagi pun tiba. Itu menggambarkan bahwa dosa-dosa yang pernah dilakukannya sudah terlalu banyak dan tidak bisa diingatnya satu per satu lagi dalam waktu satu malam. Karena sudah pagi, ia berkemas-kemas pulang ke rumahnya. Sejak hari itu, Lubdaka beralih pekerjaan sebagai petani. Kemudian setelah dia meninggal dunia, karena kebaikan dewa Siwa mebebaskan dari segala dosa karena sudah menyembah siwa sepanjang malam siwaratri, dan Lubdaka bisa masuk sorga.

Menyimak cerita itu, esensi hidup adalah perburuan, manusia berburu untuk memenuhi rasa ingin tahunya, dalam catur purusa artha, tujuan hidup adalah: kama, artha, dharma dan moksa. Kama adalah sara ingin tahu yang memerlukan pemenuhan, manusia mencari berbagai macam cara untuk menyenangkan hidupnya, agar hidup lebih baik, lebih cepat , lebih mudah dan seterusnya , sehingga melahirkanlah berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi untuk membantu hidup manusia. Kenyataan hidup manusia berkembang terus dari hidup di goa-goa, menetap dan Bertani, menemukan mesin, menemukan listrik, komputer dan internet, itulah hasil perburuan ilmu pengetahuan manusia.
Hidup sebagai manusia adalah sangat mulia, sebagaimana dijelaskan dalam kitab Sarasamuccaya sloka 1- 4 bahwa hidup menjadi manusia adalah sesuatu yang sangat beruntung, karena sungguhlah sulit untuk mendapatkan kesempatan untuk hidup dan menjelma menjadi seorang manusia. Sebagai mana dijelaskan dalam sloka 4 yang berbunyi:
Apan iking dadi wwang, uttama juga ya, nimittaning mangkana, wěnang ya tumulung awaknya sangkeng sangsara, makasādhanang śubhakarma, hinganing kottamaning dadi wwang kita. Terjemahan: Sesungguhnya menjelma sebagai manusia ini adalah satu hal yang utama, karena hanya manusialah yang dapat menolong dirinya sendiri dari kesengsaraan, yaitu dengan jalan berbuat baik. Itulah keuntungan menjelma menjadi manusia (Sudharta, 2009: 5). Kemuliaan manusia itu sendiri karana hanya manusialah yang memiliki pengetahuan sehingga dapat membantu dirinya dari kesengsaraan, pengetahuan ibarat sebuah perahu, membantu menyeberangkan manusia menuju harapan yang lebih baik
Berdasarkan sabda kitab Sarasamuccaya sloka 1-4 di atas, kelebihan manusia yang amat utama adalah kemampuannya untuk menyelamatkan diri dari kesengsaraan dengan jalan berbuat yang baik. Pada hakikatnya, kelahiran kembali ke dunia ini adalah untuk membayar karma yang telah dilakukan pada kehidupan sebelumnya. Apabila manusia mampu selalu berbuat baik (subha karma) semasa hidupnya, maka ia akan terlepas dari penderitaan dan menuai kebahagiaan abadi yang tidak akan kembali menemui kesengsaraan atau dikenal dengan istilah sat cit ananda, baik di dunia maupun akhirat.
Diantara makhluk ciptaan Tuhan hanya manusia yang bisa berpikir, dalam konsep Tri Pramana, yaitu bayu (kekuatan/tenaga), sabda (kemampuan berbicara), dan idep (pikiran). Bayu yang dimiliki oleh tumbuh-tumbuhan, sedangkan hewan memiliki bayu dan sabda, manusia memiliki ketiganya yaitu bayu, sabda dan idep. Manusia dengan pikirannya mampu membedakan antara mana yang baik dan mana yang buruk, sehingga dengan kemampuan tersebut manusia mampu mengendalikan diri untuk selalu berpikir, berkata, dan berbuat yang baik. Dalam ajaran agama Hindu, alam dalam pikiran manusia yang mambedakan antara hal yang baik dan buruk tersebut dinamakan wiweka. Kemudian kita selalu berbuat baik ( trikaya Parisudha) yang disebut wairaga, terakhir iklas menerima hasil dengan bersukur kepada Nya disebut thiaga.
Mari kita maknai Siwaratri ini dengan terus dan terus belajar mencari pengetahuan untuk memenuhi rasa ingin tahu, sehingga kita menjadi lebih bijaksana, jadi konsep Siwaratri adalah memburu ilmu pengetahuan membangun kesadari diri.*)
*) Penulis
Drs. I Made Sila, M.Pd adalah Dosen di Program Studi PPKn, FKIP, Dwijendra University dan saat ini menjabat sebgai Wakil Rektor II Bidang Administrasi Umum dan Keuangan.