Sunarpos.com| Opini| Kita tentu mengikuti dinamika wacana perpanjangan masa jabatan presiden menjadi 3 periode. Hal ini tentu akan menimbulkan pro dan kontra atau memicu polemik dan perdebatan di masyarakat. Sejatinya terdapat isu yang lebih penting dari wacana ini, yaitu komitmen regenerasi dalam kepemimpinan nasional. Sejujurnya saya sangat mendukung dan mengapresiasi kinerja bapak Presiden Joko Widodo yang dengan segala kerja kerasnya berupaya mewujudkan cita-cita Indonesia Maju. Tetapi sebagai pembelajar hukum, tentu saya memilik hak konstitusional untuk setuju ataupun tidak setuju dengan wacana masa jabatan 3 periode ini. Menurut saya pribadi, regenerasi kepemimpinan di sebuah negara demokrasi harus menjadi landasan mengapa pembatasan kekuasaan itu penting dilakukan. Selain itu, konsensus politik yang tertuang dalam konstitusi memang hanya mengatur dua kali masa jabatan. Artinya, komitmen pembatasan masa jabatan ini harus dijaga oleh semua pihak. Berangkat dari pemahaman diatas, maka saya mengambil posisi untuk tidak mendukung t wacana 3 periode ini dengan beberapa alasan antara lain: Pertama, dalam berbagai kesempatan, Presiden Joko Widodo sudah dengan tegas menyatakan bahwa dirinya akan patuh terhadap konstitusi yang memang hanya membatasi masa jabatan presiden hanya dalam 2 periode. Alasan selanjutnya adalah bahwa perpanjangan masa jabatan presiden akan berpotensi mencederai nilai-nilai luhur Demokrasi Pancasila dan dapat berujung pada disintegrasi bangsa. Ketiga, sebagai negara besar yang memiliki kualitas SDM mumpuni, Indonesia tentu tidak akan mengalami kekurangan sosok pemimpin dan bahkan terdapat sekitar ratusan nama yang siap menjadi Presiden di tahun 2024. Tentu kesempatan ini harus diberikan kepada mereka sebagai manifestasi peralihan tongkat estafet kepemimpinan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Terakhir, saya tentu ingin menjaga dan mengawal marwah UUD 1945 sebagai konstitusi yang sudah menetapkan pembatasan kekuasan presiden dengan tegas. Yang lebih penting, proses regenerasi kepemimpinan nasional dan daerah harus terus dilakukan sebagai bukti bahwa Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai Demokrasi Pancasila.*)
*) Penulis
Putu Eka Rosariani
Mahasiswa Fakultas Hukum Dwijendra University