Penebangan Hutan dan Banjir di Jembrana

Sunarpos.com| Opini| Salah satu bencana yang paling sering terjadi di Indonesia saat musim penghujan seperti sekarang ini adalah banjir. Banjir sendiri terjadi di sebagian besar wilayah Indoesia karena tingginya intensitas hujan. Salah satu daerah yang dilanda banjir besar (bandang) akibat tingginya intensitas hujan adalah Bali. Hampir disebagian besar wilayah di Provinsi Bali terkena banjir dan mengakibatkan rusaknya infrastruktur yang ada. Selain infrastruktur  juga hilangnya nyawa manusia akibat dari banjir yang menerjang beberapa wilayah di Provinsi Bali. Selain itu perputaran arus ekonomi dan hilangnya mata pencaharian masyarakat Bali juga terganggu karena dampak dari banjir bandang tersebut.

            Salah satu banjr bandang yang membuat gempar di Bulan Oktober 2022 ini adalah Banjir di Kota Jembrana,  tepatnya di Banjar Yeh Buah, Desa Penyaringan, Kecamatan Mendoyo. Banjir tersebut terjadi akibat dari tingginya intensitas hujan yang melanda Kota Jembrana dari tangga 16 hingga 17 Oktober 2022 bahkan hujan yang melanda kota tersebut baru reda di tanggal 17 Oktober 2022. Banjir bandang ini terjadi akibat meluapnya sungai Biluk Poh di Kabupaten Jembrana karena tingginya intensitas hujan.

Bahkan menurut data dari BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Provinsi Bali menyebutkan ada sejumlah desa di 4 Kecamatan yang terkena dampak dari banjir bandang ini  antara lain Desa Yehembang dan Desa Tegalcangkring di Kecamatan Mendoyo, Desa Dangin Tukadaya, Desa Air Kuning dan Desa Sangkar Agung di Kecamatan Jembrana, Desa Sumbersari dan Desa Melaya di Kecamatan Melaya serta Desa Kaliakah dan Desa Lelateng di Kecamatan Negara. Pada empat  kecamatan ini lah yang paling merasakan dampak dari banjir bandang yang terjadi. Data dari BPBD Kabupaten Jembrana menyatakan ada 3,957 KK yang terdampak akibat banjir bandang yang menerjang Jembrana sore itu.

Bahkan akibat dari banjir bandang yang terjadi di Jembrana ini mengakibatkan rusaknya rumah warga di Desa Tega Cangkring. Ada sebanyak  56 unit rumah warga yang rusak berat  dan sebanyak 386 unit rumah warga yang rusak ringan., Dari kerusakan ini setidaknya kerugian materi mencapai 9,8 miliar. Tidak hanya rumah warga yang rusak akibat banjir yang ada di Jembrana juga infrastruktur  banyak yang rusak. Di Jembrana ada tujuh  jembatan yang rusak dengan kategori  rusak ringan, rusak berat hingga yang paling parah yakni jembatannya  putus. Salah satu jembatan yang putus ini adalah Jembatan Tukad Biluk Poh, Desa Tegal Cangkring, Kecamatan Mendoyo.

Putusnya Jembatan Tukad Biluk Poh ini karena banyaknya batang-batang pohon dari hutan yang terbawa oleh derasnya air bah, sehingga membuat aliran air tertutup oleh batang pohon dan material lumpur. Hal inilah yang mengakibatkan air meluap hingga 1.5 meter dipermukaan jembatan dan mengakibatkan banjir menerjang permukimana warga dan mengakibatkan kerusakan. Jembatan Tukad Biluk Poh merupakan jalur utama Denpasar-Gilimanuk. Akibat dari putusnya jembatan Tukad Biluk Poh INI maka akses utama pengiriman barang dari gilimanuk ke Denpasar dan sekitarnya menjadi terhambat. Tidak hanya akses pengiriman barang, tetapi akses masyarakat Jembrana yang ingin ke Denpasar, Tabanan, Badung dan sekitarnya menjadi terhambat.

Terjadinya banjir di Jembrana dan terputusnya Jembatan Tukad Biluk Poh memang diakibatkan oleh banyaknya potongan potongan kayu-kayu besar yang terbawa oleh derasnya arus banjir bandang. Potongan-potong kayu yang terbawa arus banjir ini memang berasal dari penebangan hutang secara liar dan alih fungsi hutan yang terjadi di hulu sungai. Maka dari itu ketika hujan dengan debit air yang cukup besar tidak bisa ditampung dihulu karena hilangnya daerah resapan, akhirnya air mengalir ke sungai membawa potongan-potongan kayu dan material lumpur. Potongan kayu dan lumpur itulah yang menyumbat sungai sehinggai air bah bisa naik ke permukaan jembatan dan rumah warga. Dengan adanya banjir di Jembrana yang mengakibatkan rusaknya infrastruktur dan rumah rumah warga, penting bagi pemerintah Kabupaten Jembrana untuk meninjau kembali tentang pengelolaan hutan agar tidak terjadi lagi banjir yang seperti ini lagi. Pemerintah harus terus mengawasi secara ketat penebangan pohon secara liar dan memberi sanksi yang tegas bagi pelakunya. Demikian pula masyarakat hendaknya ditingkatkan kesadaran lingkungannya untuk bersama-sama berkontribusi mencegah terjadinya banjir. Karena itu gerakan penghijauan berkelanjutan agar menjadi program nyata untuk  menjaga kelestarian dan keamanan lingkungan kita.*)

*) I Dewa Ayu Putu Apsari, Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Komunikasi dan Bisnis, Universitas Dwijendra

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *