PERTANIAN BALI BERBASIS KESEJAHTERAAN PETANI

sunarpos.com

Masalah alih fungsi lahan khususnya sawah di Bali hampir tidak terkendali karena desakan dari sektor non pertanian yang sangat kuat. Salah satu dampaknya adalah ketersediaan pangan akan terganggu selain terdegradasinya faktor lingkungan fisik, sosial, dan budaya pertanian. Suksesi kepemimpinan di tingkat nasional dan di daerah (provinsi dan kabupaten/kota) telah beberapa kali dilakukan sejak era Reformasi diharapkan senantiasa memberikan angin segar bagi kesejahteraan para petani di Indonesia termasuk di Bali. Jika tidak, maka Bali akan ditumbuhi oleh bangunan-bangunan kokoh yang mengeliminasi lansekap pertanian yang alamiah dan pertanian semakin termaginalkan yang berakibat kedaulatan pangan akan tercerai-berai.
Kebijakan dan program-program pemerintah harus bermuara pada sektor pertanian mengingat perannya yang sangat vital bagi kehidupan masyarakat sebagai bagian memaknai jargon pertanian sebagai tulang punggung perekonomian. Artinya bahwa sektor pertanian wajib menjadi salah satu sasaran utama bagi sektor-sektor lain, seperti industri, irigasi, transportasi, pariwisata, koperasi, keuangan/ perbankan, pendidikan, dan lain sebagainya. Salah satu sistem yang dapat dikembangkan adalah penguatan sistem agribisnis yang telah cukup lama di introduksi. Agribisnis sebenarnya adalah suatu konsep yang utuh, mulai dari penyediaan sarana produksi dan Alsintan, proses produksi, mengolah hasil, pemasaran dan aktivitas lain yang mendukung dengan kegiatan pertanian.
Melalui sistem agribisnis, pemerintah wajib merancang adanya peningkatan nilai tambah bagi
setiap pelakunya, khususnya para petani. Petani tidak semata-mata ditempatkan sebagai produsen tetapi lebih diorientasikan pada aspek bisnis terhadap produk-produk yang dihasilkannya, seperti produk-produk pangan, hortikultura, peternakan, perikanan dan perkebunan. Sistem agribisnis yang diformat haruslah menjadi satu kesatuan sistem yang sangat terintegrasi dan menguntungkan secara proporsional dan berkelanjutan. Oleh karena itu, agroindustri hulu dan agroindustri hilir diharapkan menjadi bagian yang sangat signifikan integrasinya dengan sistem produksi pertanian. Integrasi tersebut juga memerlukan adanya sistem penunjang agribisnis guna dapat mewujudkan kesejahteraan petani. Dalam pertanian di lahan sawah, konsep sistem agribisnis ini secara nyata dapat dilakukan dengan membangunan bisnis inklusif antara petani  (kelompok petani/subak/subak-abian) bersama-sama dengan pengusaha pengolahan seperti penggilingan, pengemasan, pedagang besar, dimana masing-masing pihak saling berbagi peran (roles sharing) dan tidak hanya terjadi proses jual beli produk. Salah satu kebijakan-kebijakan yang diperlukan untuk mewujudkan kesejahteraan petani adalah kebijakan teknologi inovasi pertanian yang semakin berkembang. Teknologi ini meliputi aspek penyediaan sarana produksi dan mesin-mesin pertanian, teknik berbudidaya mulai dari pembenihan sampai panen dan lain sebagainya, seperti teknologi pasca-panen yang menyangkut cara panen, penyimpanan, pengolahan, pengemasan dan pemasaran serta informasi pasar.
Kebijakan teknologi inovasi tersebut sangat perlu dibarengi dengan kebijakan peningkatan
kualitas sumber daya manusia di setiap subsistem agribisnis, termasuk para petani dan
stakeholder lainnya, seperti penyuluh dan agen-agen pembaharu lainnya. Peningkatan kualitas SDM ini dapat dilakukan melalui pendidikan baik formal maupun informal seperti
pelatihan-pelatihan yang menyangkut aspek teknis dan non-teknis seperti sosial, manajemen,
organisasi, dan financial atau bisnis

*) Penulis

RICHARDOES BENSA PUTRA GEGE

Mahasiswa Prodi  Agroteknologi, Fakultas  Pertanian dan Bisnis Dwijendra University

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *