sunarpos.com/Denpasar
Dampak Covid 19 khususnya di sektor pertanian mesti disikapi secara berhati-hati
karena memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap produk-produk pertanian,
dimana perputaran roda ekonomi makin hari makin melambat dan bahkan bisa mengalami
kemunduran. Kondisi ini terjadi karena adanya physical dan social distancing yang diterapkan
mengakibatkan sulitnya interaksi pasar khususnya untuk produk-produk pertanian.
Selain itu, akses transportasi dan mobilitas antar kota/antar provinsi juga yang kurang
lancar dapat mengakibatkan rantai pasok produk-produk pertanian mengalami gangguan.
Lesunya sektor non-pertanian (pariwisata dan pendukungnya) menyebabkan permintaan produk pertanian
juga semakin berdampak, yaitu menjadi melemah.
Dampak Covid19 perlu disikapi dengan memperkuat sektor pertanian dengan
memberikan porsi atau alokasi budget dan variasi program dan kegiatan oleh pemerintah.
Edukasi kepada para petani terus dilakukan tidak hanya berkenaan dengan pencegahan
penularan Covid 19, tetapi juga terkait dengan pengelolaan usahataninya baik dari aspek
budidaya, produksi, pascapanen termasuk peluang pasarnya melalui diversifikasi usahatani
dan diversifikasi usaha bisnisnya, yang semula banyak diperuntukkan pada sektor pariwisata
dan penunjangnya, seperti hotel, super market, restaurant dan lain sebagainya. Sektor
pertanian harus dibangun secara sepadan dengan sektor lainnya, jika tidak maka sektor
pertanian akan tergilas dan ditinggalkan. Sebenarnya ada beberapa kebijakan penting yang
harus diambil oleh pemerintah sebagai regulator, salah satunya adalah implementasi UU
19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.
Perlindungan kepada petani dilakukan mengingat petani sering dihadapkan pada
permasalahan kesulitan memperoleh prasarana dan sarana produksi, kepastian usaha, risiko
harga, kegagalan panen, praktik ekonomi biaya tinggi, dan perubahan iklim serta sistem
pasar yang tidak berpihak kepada Petani. Oleh karena itu, para petani perlu diberikan
stimulus oleh pemerintah. Stimulus yang diperlukan berkenaan dengan perlindungan petani
adalah ketersediaan sarana produksi pertanian yang mudah diperoleh dan harganya
terjangkau oleh petani. Subsidi terhadap harga sarana produksi dapat dilakukan sebagai stimulus untuk
menciptakan efisiensi biaya yang lebih tinggi di tingkat petani. Adanya kepastian usaha yang diimbangi
berperannya industri hulu dan hilir diperlukan guna
meningkatkan nilai tambah produk; termasuk kemitraan usaha yang inklusif. Stimulus
lainnya adalah menjamin harga produk-produk diambang wajar dan menguntungkan petani,
yang merupakan subsidi pemerintah di hilir, terutama saat panen raya. Misalnya Perusda di
tingkat provinsi, kabupaten/kota dapat mengambil peran juga untuk menjamin harga produk di tingkat petani.
Penghapusan praktik ekonomi biaya tinggi seperti pengurangan pajak tanah atau subsidi pajak dan bahkan
penghapusan pajak tanah, khususnya lahan sawah.
Pajak tanah agar ditetapkan berdasarkan nilai produksi yang dihasilkan di atas lahan
tersebut, bukan berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak. Selain itu, stimulus yang perlu diberikan
adalah ganti rugi gagal panen (asuransi pertanian) akibat bencana alam, serangan hama
dan penyakit, dimana klaim jika gagal panen harus didasarkan pada nilai hasil/produk yang
hilang, bukan atas dasar biaya produksinya.
Stimulus lainnya juga diberikan dalam pemberdayaan petani untuk meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan Petani melalui penguatan kapasitas petani, kelompok petani
(subak/subak-abian) untuk mewujudkan better farming, better business, better living.
Stimulus tersebut dapat berupa pendidikan dan pelatihan, penyuluhan dan pendampingan,
pengembangan sistem dan sarana pemasaran hasil pertanian, penyediaan fasilitas
pembiayaan dan permodalan yang murah dan mudah; dan kemudahan akses ilmu
pengetahuan, teknologi, dan informasi.
*) Penulis
Yonatan Wada
Mahasiswa Prodi Agroteknologi, Fakultas Pertanian dan Bisnis Dwijendra University